Pertahankan Disertasi, Dosen MD UIN Sunan Kalijaga Raih Ph.D in Asia-Pacific di NDHU Taiwan
HUALIEN, TW – Suatu siang di musim semi, bertempat di Ruang Sidang D108 dan disaksikan oleh sekitar dua puluh kolega, Bayu Mitra A. Kusuma, S.AP., M.AP., M.Pol.Sc., Ph.D., Dosen MD FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul: Disaster Governance in Regencial Indonesia: A Case Study on Migrant Workers Mass Repatriation in Banyuwangi Due to the COVID-19 Outbreak, Senin (9/6).
Di bawah arahan advisor berkebangsaan Jerman, Prof. Dr. Markus Porsche-Ludwig, Bayu mulai menjalani studi S3 di The Ph.D. Program in Asia-Pacific Regional Studies, College of Humanities and Social Sciences, National Dong Hwa University (NDHU), Taiwan tahun 2021. Ini berarti bahwa Bayu memulai studi S3 justru ketika angka penularan COVID-19 sedang berada di puncaknya.
Empat tahun berselang, Bayu menjalani ujian terbuka final oral defense di hadapan advisor, penguji internal, dan penguji eksternal meliputi: Associate Prof. Dr. Li-Fang Liang (Department of Sociology NDHU), Associate Prof. Dr. Kerri Chen (College of Management NDHU), Prof. Dr. Peter Kang (National Taiwan Normal University), dan Prof. Dr. Doo-Chul Kim (Okayama University, Japan).
Untuk membuka presentasinya, Bayu mengemukakan bahwa pandemi COVID-19 telah mengakibatkan peningkatan pengangguran global secara ekstrem, di mana pekerja migran adalah salah satu kelompok paling terdampak. Bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), kondisi ini menyebabkan mereka kehilangan pendapatan sehingga memicu sebuah fenomena besar yaitu repatriasi massal.
Fenomena tersebut memunculkan dilema, di satu sisi PMI adalah warga negara yang berhak pulang kapan saja, namun di sisi lain kepulangan massal PMI dapat memantik penularan virus yang lebih sporadis. Oleh karena itu repatriasi massal PMI perlu ditangani dengan serius agar tidak memicu bencana yang lebih besar. Hal ini memaksa perubahan signifikan dalam mekanisme repatriasi PMI, antara lain meningkatnya porsi keterlibatan pemerintah daerah.
Ketiadaan literatur yang secara spesifik membahas peran pemerintah daerah dalam tata kelola repatriasi PMI khususnya pada periode krisis menjadi salah satu gap diskursus yang mendorong Bayu untuk melakukan penelitian ini. Kabupaten Banyuwangi dipilih sebagai lokus penelitian karena telah lama menjadi salah satu kantong daerah asal PMI tertinggi nasional.
Dalam penelitiannya, Bayu menggunakan Teori Institusionalisme yang menekankan interdependensi legal norms dan social norms dengan rincian sebagai berikut: Pertama, identification of relevant institution. UU Nomor 18 Tahun 2017 menjelaskan bahwa perihal PMI merupakan otoritas pusat. Namun pandemi menunjukkan bahwa otoritas yang tersentralisasi tak lagi relevan dalam situasi krisis sehingga dibutuhkan peran pemerintah daerah.
Kedua, institutional influence on actor behavior. Dalam penanganan repatriasi massal PMI, pemerintah daerah mengimplementasikan kebijakan pemerintah pusat dengan pendekatan lokal, membangun kepercayaan masyarakat dengan mengintegrasikan norma sosial dalam prosedur formal, dan menciptakan mekanisme yang tidak hanya sah secara hukum, tapi juga dapat diterima secara sosial.
Ketiga, the dynamics of institutional change. Di tengah penanganan repatriasi massal PMI, interaksi antara tekanan dari pemerintah pusat sebagai legal norms dan dinamika masyarakat sebagai social norms terbentuk dalam proses adaptasi kelembagaan lokal, ko-produksi kebijakan, legitimasi hukum melalui norma sosial, dan perubahan institusi informal ke formal.
Keempat, the role of path dependence. Ketika prosedur pemerintah gagal mengakomodasi penghormatan pada PMI sebagai nilai lokal yang sudah mapan, path dependence menjadi kekuatan negatif yang menghambat kebijakan. Sebaliknya ketika inisiatif masyarakat seperti karantina lokal dapat disesuaikan atau memperkuat prosedur pemerintah, maka path dependence menjadi kekuatan positif dalam menghadapi krisis.
Terakhir, institutional resilience level. Pemerintah daerah adalah jembatan antara norma hukum dari pemerintah pusat yang menyediakan struktur dan prosedur dengan norma sosial yang berperan sebagai mekanisme penerimaan di tingkat akar rumput. Dalam situasi krisis, pemerintah daerah membutuhkan mediator sosial seperti tokoh agama untuk membangun narasi publik guna menyampaikan kebijakan sekaligus memperkuat ketahanan institusi.
Sebagai penutup presentasi dan penegasan kontribusi teoritis, Bayu mendorong agar Teori Institusionalisme lebih memperhitungkan dinamika antara struktur formal dan informal, serta memperhatikan fleksibilitas lokal dalam menghadapi krisis global. Ini sekaligus memberikan gambaran yang autentik tentang perlunya revisi pada UU Nomor 18 Tahun 2017, yaitu pelibatan lebih besar pemerintah daerah terkait tata kelola repatriasi PMI dalam situasi krisis.
Salah satu audiens yang hadir langsung dalam final oral defense tersebut adalah Shofi’unnafi, M.M., Dosen MD FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang saat ini sedang menempuh tugas belajar doktoral di kampus yang sama. Kepada redaksi Nafi menyampaikan: “Sidang disertasi Pak Bayu berlangsung dengan cukup lancar. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari momen ini. Selamat Pak Bayu sudah resmi Ph.D dan bisa segera kembali mengabdi di MD.”