Selenggarakan Kuliah Dosen Tamu, Prodi MD UIN Suka Soroti Ambivalensi Manajemen Tambang Untuk Lembaga Dakwah

YOGYAKARTA - Pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan telah memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Merespon pemberian konsesi tambang tersebut, sebagian ormas memilih untuk menerima dengan alasan peningkatan kesejahteraan umat. Sementara itu sebagian ormas yang lain menolaknya karena dipandang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat pada ormas Islam atau lembaga dakwah.

Dalam menyikapi polemik tersebut, pada umumnya mahasiswa dan akademisi studidakwah lebih banyak melihat dari perspektif sosial keagamaan. Untuk menciptakan pemahaman yang lebih komprehensif, pada Senin 5 Mei 2025,Prodi MD FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan kuliah dosen tamu dengan tema “Ambivalensi Manajemen Pertambangan Untuk Lembaga Dakwah: Maslahah vs Masalah.”

Dalam sambutannya, Kaprodi MD Munif Solihan, MPA menyebutkan bahwa kuliah dosen tamu ini merupakan agenda tindak lanjut pertama setelah penandatangan Letter of Intent (LoI) antara Prodi MD FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Prodi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS). LoI tersebut mencakup kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi seperti kuliah dosen tamu dan joint research lintas disiplin.

Kuliah dosen tamu kali ini menghadirkan Fajar Rizki Widiatmoko, M.Sc sebagai narasumber. Dia adalah kandidat Ph.D pada Department of Natural Resources and Environmental Science National Dong Hwa University Taiwan, serta ahli geologi dan Kepala Laboratorium Eksplorasi pada Prodi Teknik Pertambangan ITATS Surabaya. Selain dosen, dia adalah seorang praktisi dakwah diaspora yang berfokus di Hualien County Taiwan.

Dalam pemaparan materinya, narasumber menjelaskan bahwa manajemen tambang untuk lembaga dakwah memiliki peluang sekaligus tantang yang besar. Dari sisi peluang, konsesi ini dapat menstimulasi kampus keagamaan membuka prodi baru seperti teknik geologi, pertambangan, metalurgi, dan lingkungan. Selain itu, konsesi tersebut juga memungkinkan ormas keagamaan untuk membangun unit usaha baru yang berimplikasi pada masyarakat, penyerapan lapangan kerja, dan penyerapan produk tambang.

Sedangkan jika dilihat dari sisi tantangan, ormas keagamaan dituntut untuk memperhatikan penguasaan peralihan dari produk tambang mentah (raw material) menjadi produk siap pakai (value added), potensi kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan yang serentak, dan peralihan masyarakat dari ketergantungan produk tambang menjadi masyarakat yang mampu mendaur ulang (sustainable community).

Untuk menutup pemaparannya, narasumber menyimpulkan bahwa ormas keagamaan yang terlibat dalam manajemen tambang atau sektor ekstraktif harus memiliki standar etika dan tata kelola yang tinggi (faith-based natural resources governance) agar tidak terjerumus pada konflik kepentingan elit, eksploitasi pada masyarakat atau lahan adat, dan krisis kepercayaan publik. Hal ini agar konsesi tambang dapat membawa maslahah yang lebih besar dibandingkan memicu masalah.